Tampilkan postingan dengan label Ada Sastra. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Ada Sastra. Tampilkan semua postingan

Dimensi Lain


Sumber Gambar: Panduwisata

Hai cinta. Hari ini aku mulai menulis lagi. Ada hal yang ingin aku ceritakan kepada kamu, tentang perjalanan hari ini, tentang ketidakmampuan ku memahami semua setiap kalam Tuhan, tentang rindu yang selalu aku paksakan. Tapi cerita ini membuatku takut, seolah kau pergi dan tidak lagi menjadi orang pertama yang mengatakan
“selamat berjuang”
“semoga jalannya dimudahkan”
“Honey, jangan lupa makan, tidak terlalu lelah, kesehatan kamu nomor satu”
kata-kata yang aku temukan ditumpukan jerami, kata yang memberikan aku semangat, meskipun, aku masih bingung, apa yang harus aku kerjakan. Aku mau jadi apa, memilih posisi untuk jadi bagian dari mereka. Dimanapun aku ditempatkan. Tapi cinta, ada hal yang ingin aku sampaikan tentang kejujuran.
Pernah disuatu hari, aku dijadikan perbandingan dengan seorang laki-laki yang lebih dahulu menjadi kekasihmu. Aku ataupun dia adalah tipe orang yang hebat. Namun sayang, “kalian itu tidak menggunakan potensi yang ada dengan menciptakan hal yang hebat” kala itu kau mengingatkanku.
Sebenarnya ada rasa bahwa dalam hal ini aku melakukan sesuatu kesalahan, menjadi bagian hidupmu, padahal tidak sedikitpun aku pantas untuk mendapatannya. Orang lebih memilih kamu bersama dia. Dan pada awalnya kamupun memilih apa yang dikatakan orang. Aku bukanlah prioritas utama sebagai target man untuk kamu terima lamaranya.
Pertama, aku menyadari perkataan mereka. Kata yang tepat untuk mengardik orang ketiga adalah dengan menyebutnya bajingan.
Kedua, Perkataan orang itu membuatku semakin sadar bahwa aku lemah. Bahwa aku adalah ruang hampa, siapa mau orang sudi datang menghampiri ?
Ketiga, Terbangun dari perkataan orang, aku lari, dan pergi jauh dari mereka. Dan singgah kepada Tuhan yang aku sempat lalaikan. Bersama do’a dan usaha, Tuhan berikan jalan untuk kita tetap bisa bersama.
Keempat, dari perkataan orang aku belajar, bahwa mereka tidak pernah peduli dengan usaha kita, hanya saja mereka selalu antusias ketika kita melakukan yang mereka anggap salah dimatanya.
Kelima, sejak beberapa kejadian yang menimpaku aku selalu berfikiran positif, mencari setiap chapter untuk dijadikan pelajaran. Karena dari setiap keburukan itu selalu ada hal baik untuk diambil.
Cinta, jika kita dipertemukan untuk dipersatukan untuk suatu ikatan pernikahan, kiranya tugas Tuhan sudah selesai dan keputusan atas pilihan-pilihan yang diberikan adalah kita yang menentukan.
Entah mengapa, tidak pernah sedikitpun aku meragu untuk melangkah lebih jauh dengan mu. Meskipun, jalan ini terasa sulit dan terjal. Butuh kesabaran dan aksi nyata. Aku berpesan kepadamu. Sabar ya sayang ! sehingga aku bisa melihat celah keberhasilan. Maaf, karena sampai hari ini, aku tidak bisa mencukupi kebahagian kamu.

Dan janji bukanlah sebuah kata yang berubah menjadi nada sakti, hanya saja janji adalah hal yang sakral untuk tidak dikhianati. Ingkar terhadapnya adalah ancaman untuk melakukan sebuah hukuman.

Untuk kamu (yang) sedang Ulang Tahun

Ijinkan Naskah ini Menjadi Pemantik Rindu Tanpa Batas . . .

f
Dan tulisan ini bukan untuk menggurui pun begitu, bukan pula untuk menasehati, karena ini hanya sekedar penyabar hati.


Dan tulisan ini bukan untuk menjadi aku “sok tahu” tentang pesan baik untuk orang lain. Sehingga menjadikannya angkuh nan jauh untuk berlabuh.


Tak ingat, seberapa sering aku melihat indah dalam kata di jelaga matamu. Seperti halnya begitu banyak rindu yang berhasil kusimpan hingga tak mampu lagi ku urai menjadi ucap dan tingkah.


Kamu, begitupun aku. Tersadar dalam gelap. Masih terjaga dalam ingat. Menjadikan kita tidak lagi berkhianat. Atas dosa yang selalu diperbuat.


Apalagi yang aku akan cari ? semuanya hanya permainan. Dan kesalahan kamu, begitupun aku. Adalah menggap kebahagiaan itu diukur dengan materi bukan ?

Tapi , sudahlah. Kamu begitupun aku. Tak pantas untuk saling menyalahkan diri. Tentang apa yang sudah terjadi.


Ku kira ini sebuah pesan yang datang ketika waktu selalu mengejar untuk tetap berlari. Mencipta karya mengolah rasa.


Di usia yang semakin menjadikan mu rindu dalam pelukan, aku harap. Tak perlu menjadi baik menurut versi orang lain. Karena. Cukup menjadi baik dimataku saja aku bahagia.

Naskah yang dibuat dalam penuh nalar yang sehat. Semoga menjadi motivasi dan do’a dalam setiap kata yang penuh makna. Menjadi pemantik usaha yang menghasilkan remah yang direkontruksi menjadi hasil penuh harap.


Dan terimaksih kepada ibu telah melahirkan perempuan yang saya cintai. Semoga kamu yang menemani aku dalam gelisah, mendorongku dalam susah, dan memanjatkan do’a dalam resah.


Sehingga malam tak mampu lagi menakutiku dengan gelapnya.

Selamat mengulangi hari dimana kamu dilahirkan, hari dimana kamu melihat kerasnya dunia meskipun dalam sebuah permainan. Dan cinta adalah keterkaitan yang susah masuk akal. Namun, kamu adalah dari berbagai hal yang terindah.


*Maapkan aku yang tidak bisa meninggalkan fitrahku (tentang lupa), meskipun ini adalah tanggal 28 Desember untuk 22 kalinya yang kamu temui. Untuk yang terakhir, apapun yang telah kau lampau dengan sendiri, semoga aku bisa menemani. I love you.

Menggandeng Skripsi Untuk Resepsi

Sumber GambarGoogle


Quotes Saya “Pastikan anda baca sampai kata yang disimpan sebelah kiri titik terakhir”.
Beberapa bulan terakhir ini, saya merasakan sesuatu hal berat. Terhitung sejak masa perkuliahan masuk pada babak akhir dalam mengemban teori-teori di bangku kuliah. Setiap orang berbeda dalam merasakan waktu yang dilaluinya, tegantung bagaimana ia ditempatkan pada sebuah posisi. Mungkin untuk ukuran orang yang berada dalam masa tahanan, 30 hari adalah hari yang panjang dan lama.
Berbeda halnya dengan orang yang melakukan aktivitas yang tidak terikat dengan rutinitas. Seperti saya. Rutinitas adalah aktivitas yang jarang sekali ditemukan, dalam satu minggu hanya dua kali saja. Itupun kalau saya sedang rajin-rajinnya. Iya. Dalam kurun waktu 3 tahun, setelah memutuskan masuk Perguruan tinggi, Kuliah adalah rutinitas saya.
Dan terkadang, keputusan itu jika dikatakan sebuah keyakinan, tidak akan pernah selamanya menjadi sebuah akhir dari apa yanng kita tentukan. Karena faktanya, selalu saja ingin mengulang, menimbang, dan memutuskan kembali tentang apa yang kita pilihkan untuk hari ini. Sedikit mengutip quotes Anies baswedan “kita adalah akumulasi dari masa lalu”. Namun, kala kebimbangan itu menghampiri dan lekas meruntuhkan misi kita. Percayalah. Setiap peristiwa ada pelajarannya. Kalaupun ada orang yang tidak dapat mengambinya, rugilah mereka. Seperti apa yang dikatakan Goethe (seorang filusuf kepada ku) “Orang yang tidak dapat mengambil pelajaran dari masa tiga ribu tahun, hidup tanpa memanfaatkan akalnya”.
Apa yang saya lihat, apa yang saya khendaki dan yang menjadi pandangan saya, jelas berbeda dengan orang lain. Meskipun meraka adalah keluarga, sahabat ataupun orang yang selama ini kita sebut kekasih. Karena fitrah manusia adalah berbeda, tapi saya sering “aneh” kala orang menganggap perbedaan adalah sebuah kesalahan. Dan lebih aneh adalah ketika ada orang menyalahkan pilihan orang lain. Sehingga kebanyakan dari kita adalah komentator handal, mudah menyimpulkan masalah tanpa mempertimbangkan latar belakang yang ada. Dan yang lebih parah adalah ketika penulis melakukan hal yang sama. Sudahlah, semua ini sudah ada setingan yang lebih keren dari pada teori agenda setting media.
Tentang skripsi, karya tulis yang sebenarnya tidak jauh penting bagi  mereka yang sedang bertarung di Pilkada, atau tidak menarik untuk dijadikan folmulasi sepak bola, atau juga tidak begitu keren jika dibandingkan dengan drama korea. Tapi  adalah skripsi yang mengubah hidup seorang akademisi apalagi resepsi.
Skripsi dan resepsi dua kata yang terdengar sensitif, apalagi bagi mahasiswa yang sudah tidak lagi menemukan mata kuliah dasar. Kaum mahasiswa terpelajar jam terbang di kampusnya, memilih untuk bekerja, mulai meninggalkan sisi idealismenya dan menyebrang dengan sedikit realistis. Beginilah siklus kehidupan selalu berubah. Dan menyoal tanggung jawab, semakin lama kita tinggal di bumi, semakin banyak pula tanggung jawab. Antara hak dan kewajiban, lebih banyak kewajiban. Sehingga harus menjadi prioritas. Untuk itu kita harus tahu, ketika Tuhan menyiapkan pilihan-pilihan. Putuskan dengan matang, dan jangan pernah dijadikan sebuah penyesalan. Karena setiap dari kita adalah “Menjadi apa yang Tuhan inginkan” terlepas konteksnya baik ataupun buruk dihadapan manusia.


Tatanan kehidupan manusia yang complicated memunculkan ide untuk digarapsehingga akan memunculkan pergerakan sosial. Bukan soal bagaimana kita bekerja, tapi apa yang harus dilakukan untuk mendapatkan keberkahan. Untuk itu, kita tidak perlu memaksa semua orang untuk berkhendak sama, karena itu akan lebih mudah dalam menyelesaikan pekerjaan kita. Dan ketika itu terjadi, lahan makan kita akan segera habis. Pikirkan.

Nikmatnya ML

sumber gambar: pexels.com

Dengan apa atap rasa percaya yang bocor harus ditambal? Warna rasa apa yang kita pilih untuk mengecat dindingnya? Siapa yang bertugas mengunci pintu rasa takut dan siapa yang membuka daun-daun jendela untuk membebaskan rasa kesepian? Dan seterusnya.
Setelah selesai menjawab semua pertanyaan itu, kerja perbaikan belumlah selesai. Dan memang tak akan selesai-selesai. Mungkin kita masih perlu membeli sofa, jam dinding, mesin jahit, atau apa saja yang membuat kita lebih merasa bangga dan nyaman tinggal di sana.
Suatu hari, jika kita memutuskan untuk mempunyai anak-anak, tugas kita akan bertambah lagi. Anak-anak memerlukan ruangannya sendiri. Anak-anak perlu diberitahu bahwa jika jendela dibuka, pintu harus ditutup. Jika cat diganti, interior rumah yang lain harus menyesuaikan. Jika atap dibongkar, seluruh anggota keluarga harus siap menerima semua konsekuensinya. Tetapi, di atas semua itu, anak-anak akan mengambil bagian-bagian tertentu dari rumah itu, yang akan mereka sembunyikan di dalam diri mereka masing-masing, yang kelak menjadi bekal mereka untuk membangun rumahnya sendiri.
Begitulah, seperti kita juga yang menyembunyikan beberapa hal dari bagian-bagian rumah orangtua kita, pernikahan lebih sering tentang dua orang yang membawa puing-puing masa lalunya masing-masing, bukan?
Puing-puing itu tentu berasal dari material yang berbeda-beda, yang kadang harus dihancurkan dulu bersama untuk bisa diubah menjadi pasir atau batu, yang selalu membutuhkan air untuk menyatukan semuanya. Tahukah kau mengapa mendirikan sebuah bangunan selalu membutuhkan air? Sebab batu-batu yang keras itu, seperti juga pasir-pasir yang kering itu, selalu membutuhkan kelembutan air untuk menyatukan semuanya!
Sekarang, terserah saja, setiap orang memiliki rumahnya masing-masing atau akan membangun rumahnya sendiri. Bayangkan saja, jika rumah itu rusak di salah satu bagiannya, apakah kalian harus meruntuhkan rumah itu? Meratakannya dengan tanah? Memulai lagi dari awal untuk membangun rumah baru yang lainnya? Dan jika rumah itu begitu bobrok, mungkin yang perlu dipertanyakan adalah bagaimana selama ini kalian membangunnya?


Dan yang terakhir, Jika orang lain sok tahu tentang apa yang kamu alami, jalani dan putuskan dalam hidupmu. Santai saja. Hidup kadang-kadang hanya harus ditertawakan. Dimanapun! (Baca Sebelumnya).

Menolak Lupa

Instagram Hilman : Sumber Gambar

“Kita, adalah kata yang dibangun dari dua makna. Aku dan Kamu”
Perjalanan bukan masalah bagaimana kita mengawali dan mengakhiri, karena didalamnya ada hari-hari yang setia menemani. Aku tidak terfikirkan untuk memilih untuk bertemu dan mengenalmu dengan baik. Karena bagiku, melanjutkan sekolah ke Perguruan tinggi adalah alasan dimana aku harus tetap survive menjadi pemain dalam permainan ini. Meskipun terkadang kerikil akan senantiasa hadir mengganjal laju langkah semangat nan berbaur do’a. I wish to the. Itu yang selalu saya antarkan kepada Tuhan dalam do’a, karena harapan adalah alasan mengapa kita harus tetap bahagia dan melanjutkan kehidupan.
Hidup dalam terpaan adalah salah satu fase dimana kita bermetamorfosis menjadi “orang”. Saya suka salah satu quotes yang di katakan Tan Malaka dalam bukunya madilog, “Terbentur, Terbentur, Terbentur, Terbentuk”. Dan proses itu tidak terlepas dari kata kontemplasi. Tentangn latar belakang yang membentuk kita hari, hanya saja ketika kondisi memaksa kita untuk melakukan hal-hal diuar nalar, diluar batas kendali kemudi. Padahal, rekam jejak kehidupan tidak seharusnya menghasilkan buah yang tidak menjadi harapan. Karena mendadak alim lebih baik daripada mendadak bajingan.
Begitu banyak pengalaman selama saya memutuskan Bandung sebagai kota dimana saya menuntut ilmu. Oleh karenanya, “Bandung bagiku bukan Cuma masalah geografis, lebih jauh dari pada itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi”.(Pidi Baiq)
 Dan kamu adalah perempuan yang terlibat dalam perasaan, yang bersamaku ketika sunyi. Memberi cahaya dalam gelap, mengingatkan dalam terang. Dan akhir-akhir ini, aku selalu resah kala senja kehilangan jingganya, kala alam terbungkus gelap dan kala daun dibelakang rumah masih lama dibasahi embun. Berdua saja, adalah kata yang mampu merepresentasikan aku dan kamu. Seperti aku jatuh cinta untuk sejatuh-jatuhnya, dan bangkit adalah laju untuk berjuang. Karena manikah bukan soal “saya terima nikahnya...” tapi, bagaimana membangun, merawat, dan merenovasi rumah tangga. Itu sulit dan “it’s complicated” bukan ?
“kita adalah rasa diwaktu yang salah” aku pernah mendengar kata itu dalam sebuah bait lagu, entah siapa penyanyinya, dan ternyata lagunya mampu mewakili kisah cinta kita. Aku tidak bisa menyalahkan diriku, ataupun kamu menyesal atas keputusan ini, tidak perlu. Karena memutuskan perkara adalah hal lumrah dalam kehidupan. Ibarat membangun sebuah rumah, pernikahan lebih sering tentang dua orang yang membawa puing-puing masa lalunya masing-masing.
Jangan membayangkan dua orang ini membawa seluruh material baru yang mereka siapkan sedemikian rupa, yang mereka beli dari toko-toko bangunan mewah, agar rumah mereka kelak menjadi indah dan sempurna. Sebab, seperti dalam kebanyakan kasus, dalam sebuah proyek pernikahan, yang akan mereka pertukarkan satu sama lain adalah apa-apa yang sudah ada dan melekat pada sejarah hidup mereka sendiri. Dan sejarah adalah tentang masa lalu: Bisa berupa monumen kemenangan, yang mungkin usang, atau reruntuhan-reruntuhan kekalahan.
Dari sana dan dengan semua itulah rumah pernikahan dibangun. Fondasinya digali dari luka-luka masa kecil atau masa remaja. Temboknya didirikan dari batu bata perasaan yang kadang sedih, gelisah, optimistis, bahagia, atau sesekali terlalu percaya diri. Jendela dan pintu-pintu dipasang dengan rasa takut atau rasa kesepian. Sementara atapnya disusun dari genteng-genteng yang mungkin retak karena pernah dikecewakan atau dikhianati.
Di sanalah kita akan tinggal. Menetap untuk waktu yang lama atau sebentar, tergantung kesabaran dan daya tahan masing-masing. Di sana kita akan menentukan mana ruang tamu, mana ruang makan, mana dapur, mana tempat mencuci, bolehkah memakai sandal ke dalam rumah, siapa tamu yang boleh diundang, apakah boleh punya hewan peliharaan atau tidak, dan seterusnya. Di dalam rumah itulah kelak kebahagiaan kita ditentukan. Dari hal-hal paling sederhana dan gratis sampai hal-hal paling tak masuk akal dan kelewat mahal.

Memang, rumah yang kita bangun dan dirikan bersama itu tak mungkin sempura, Maka kerja berikutnya adalah tentang menyempurnakan dan mempercantik semuanya. Di luar maupun di dalam. Dengan apa atap rasa percaya yang bocor harus ditambal? Warna rasa apa yang kita pilih untuk mengecat dindingnya? Siapa. (Lanjutkan Membaca)